Oleh : Dwi Eulis Indah
Saat pagi mulai datang
Matahari mulai menampakan senyumnya
Dan burung-burung sebagai alarm hari
Untuk memulai segala aktifitas di hari ramai
Terdengar suara sang bapak membawa sepanggul roti
Dan ia tawarkan dengan suara khasnya yang setiap pagi ku dengar
Tak pernah berminat membelinya dalam benakku
Namun pagi itu,
Seakan ada dorongan utuk ku mlihat dan membelinya
Aku terkejut bah tersambar petir pagi itu
Saat aku melihat kedua kakinya yang sudah tidak utuh lagi
Kaki kanan nya telah hilang karena takdir nya
Kala ia dilahirkan ke dunia dengan ekurangannya
Namun sang bapak tetap tegar
Membawa sepanggul roti dalam pundak lusuhnya
Yang sudah tidak kekar seperti dulu
Dengan senyumnya,
Aku tahu betapa keras kehidupannya demi sesuap nasi
Yang ia harapkan setiap pagi datang.
Saat pagi mulai datang
Matahari mulai menampakan senyumnya
Dan burung-burung sebagai alarm hari
Untuk memulai segala aktifitas di hari ramai
Terdengar suara sang bapak membawa sepanggul roti
Dan ia tawarkan dengan suara khasnya yang setiap pagi ku dengar
Tak pernah berminat membelinya dalam benakku
Namun pagi itu,
Seakan ada dorongan utuk ku mlihat dan membelinya
Aku terkejut bah tersambar petir pagi itu
Saat aku melihat kedua kakinya yang sudah tidak utuh lagi
Kaki kanan nya telah hilang karena takdir nya
Kala ia dilahirkan ke dunia dengan ekurangannya
Namun sang bapak tetap tegar
Membawa sepanggul roti dalam pundak lusuhnya
Yang sudah tidak kekar seperti dulu
Dengan senyumnya,
Aku tahu betapa keras kehidupannya demi sesuap nasi
Yang ia harapkan setiap pagi datang.