Badan
meriang tanda tubuh lagi tak tenang
Hati meradang tanda
pikiran selalu terbayang
Kadang suka mengusir sepi
Yang terjadi justru
menyakitkan hati
Manusia lemah yang tanpa
nurani..
Hanya kekuasaan yang
dipikirkannya saat ini..
Apa yang kau inginkan
kawan??
Sebuah tusukan pedang ?
Atau hempasan sebilah
parang ??
Ungkapkan apa yang terpendam...
Jangan hanya duduk
terdiam..
Mencari keributan di saat
sekarang
Sungguh bukan perbuatan
tauladan
Ketika banyak manusia
kelaparan
Mari kita beri mereka
pertolongan..
Inginku tak mencari
keributan...
Maksud baik sekedar
mengingatkan...
Tak ingin sebuah
perpecahan..
Tapi sebuah
kekeluargaan...
Terdiam membisu kaku
Mengheningkan semua
kenangan
Deru mesin menjadi melodi
Dan aku menyanyi sunyi
Apa arti semua ini ?
Apa maknaku untukmu ?
Apakah aku boneka dengan
jiwa
Yang kau gerak sesukamu ?
Rinai-rinai menghantam
bumi di pagi buta
Aku serasa tak bernyawa
Ku langkahkan paduan
telapak kaki
Diantara wewangi aspal
basah
Aku serasa mati ...
Engkau yang laksana embun
Wajah indah selembut kabut
Selalu bersinar laksana
bintang
Yang selalu berpijar dihatiku
Kau pernah buatku berarti
Isi lembaran hati dengan
bahagia
Taburkan semerbak harap
Namun kini harus kutepikan
bayangmu
Meski berontak hasrat di
jiwa
Jiwaku menangis
Meski lirih meski terisak
Suarakan bagian jiwa
Yang mencari diantara debu
dan kenangan
Meski tertatih
Meski merintih
Kulanjutkan langkah ini
Tanpamu kasih
Ku berlari sekencang hyena
Tak peduli arteriku pecah
Aku hanya ingin semua
selesai
Walau guntur menjadi
penghalang
Apa ini ?
Apa itu ?
Kupandang secercah asa
Kulihat sebuah harapan
Kucoba gapai semua
Namun, itu hanyalah
fatamorgana.
Kucoba raih mimpiku
kembali
Dan kuhitung itu bukanlah
klise
Kuraih kembali ..
Ternyata pengkhianatan
yang kugenggam
Kini ku terdampar disini
Disudut gelap hati
Sambil menghitung detik
Ku menunggu mati ...
Tak kana ada artinya
mankan tanpa untaian indah syair
Syair yang dilantunkan
dari jiwa
Syair yang dilantunkan
karna ada rasa
Setiap hari selalu
tergores sebuah cita
Tentang artinya dunia
Rintik-rintik kecil
berjatuhan saat senja
Membuat ranting sekitar
penuh kuyup
Raga bernyawa berhamburan
Mencari peneduh dari
langit
Ku tapakkan kakiku
selangkah
Tak peduli dengan
kumolonibus yang tebal
Tak peduli dengan kilat
yang menyambar dengan kuatnya
Tak peduli dengan aspal
dan lumpur basah
Andai aku memiliki peneduh
Aku takkan memakainya
Sekalipun khalayak ramai
memaksa
Ku takkan menggunakannya
Baru aku pakai peneduh itu
Saat ada seseorang
disampingku
Yang dapat meneduhi raga
dan jiwaku
Dengan setulus hati ..
Melodi ini masih terasa
Sayup-sayupnya menembus
kalbu
Sedangkan aku masih
terpaku
Menyanyi sunyi dalam sepi
..
Kufikir ini abstrak
Namun kudapat menyentuhnya
Kufikir ini natural
Namun tak kuasa ku
menggenggamnya ..
Syair ini hanyalah
deskripsi
Atas hati dituang puisi
Kertas putih menjadi saksi
Atas semua yang kualami
Entah apa yang kufikir
sekarang
Penaku bergetar tanpa
irama
Tak teratur
Tak beratur
Menyirat takdir pun terasa
janggal
Apa ini semua mimpi
Yang kualami sampai mati ?
Atau ini hanyalah penghias
Diatas kanvas penuh
dillema ?
Senja turun secara
perlahan
Semilir angin
tertahan-tahan
Burung gagak berteriak
lapar
Kocar-kacir diterpa badai
Entah apa kesalahan yang
kubuat
Apakah hiperbolaku semena
Apakah karena surau tanpa
penghuni
Ataukah kerana aku kontra
distikon
Aku tidak statis
Aku tidak kaku
Aku tidak karikatur
Aku adalah aku
Takkan kuubah diriku tanpa
aku
Walau dadaku remuk tanpa
bentuk
Hingga melecut tulang
rusuk
Akh, mataku terasa berat
Kurasa saatku akhiri hari
..
Semilir angin berhembus
Pepohonan terasa mengantuk
Seisi jiwa terasa dalam
kubur
Entah simfoni macam apa
yang kubuat
Sunyi ..
Sepi ..
Hening ..
Sungguh, ini kontras
dengan realita
Bising ..
Amuk mesin menderu ..
Serasa tergesa ..
Pancaroba di tengah bulan
Tak mengubah niatan awal
dalam hati
Aku akan selalu seperti
ini
Diam, terkapar
Tanpa perlu dirisaukan
Dirimu hanyalah menjadi
sebatang busur panah
Indah ...
Kuat ...
Gesit ...
Aku tak pernah mengira
busur panah itu diarahkan kepadaku
Kau bidik dengan tepat di
dadaku
Engkau renggangkan
talinya, dan melesat secepat cheetah
Aku terhujam sakit ...
Ini bukan panah
cupid
Ini panah kebencian
Ini panah kecemburuan
Ini panah kesengsaraan
Sungguh aku kecewa ...
Aku hanya duduk diatas
sebongkah batu
Sebongkah batu besar di
pesisir pantai tenang
Kurenung semua yang ku
alami
Kuhayati setiap detik
memori
Kekunang semua lamunan
indah
Sayang, itu hanyalah mimpi
...
Rohku seperti kebingungan
Akalku seperti gila
Jiwaku seperti koma
Apa yang sedang terjadi ?
Apa ini yang namanya patah
hati ?
Apakah patah hati seperti
beton rapuh yang hancur di tebing everest ?
Atau seperti kapur yang
digenggam dan hancur begitu saja ?
Aaaargh ! Ini gila,
sungguh gila !!