Jumat, 28 Juli 2017

KATA TANPA MAKNA

Badan meriang tanda tubuh lagi tak tenang
Hati meradang tanda pikiran selalu terbayang
Kadang suka mengusir sepi
Yang terjadi justru menyakitkan hati
Manusia lemah yang tanpa nurani..
Hanya kekuasaan yang dipikirkannya saat ini..

Apa yang kau inginkan kawan??
Sebuah tusukan pedang ?
Atau hempasan sebilah parang ??
Ungkapkan apa yang terpendam...
Jangan hanya duduk terdiam..

Mencari keributan di saat sekarang
Sungguh bukan perbuatan tauladan
Ketika banyak manusia kelaparan
Mari kita beri mereka pertolongan..

Inginku tak mencari keributan...
Maksud baik sekedar mengingatkan...
Tak ingin sebuah perpecahan..
Tapi sebuah kekeluargaan...

Terdiam membisu kaku
Mengheningkan semua kenangan
Deru mesin menjadi melodi
Dan aku menyanyi sunyi

Apa arti semua ini ?
Apa maknaku untukmu ?
Apakah aku boneka dengan jiwa
Yang kau gerak sesukamu ?

Rinai-rinai menghantam bumi di pagi buta
Aku serasa tak bernyawa
Ku langkahkan paduan telapak kaki
Diantara wewangi aspal basah

Aku serasa mati ...
Engkau yang laksana embun
Wajah indah selembut kabut
Selalu bersinar laksana bintang
Yang selalu berpijar dihatiku

Kau pernah buatku berarti
Isi lembaran hati dengan bahagia
Taburkan semerbak harap
Namun kini harus kutepikan bayangmu

Meski berontak hasrat di jiwa
Jiwaku menangis
Meski lirih meski terisak
Suarakan bagian jiwa
Yang mencari diantara debu dan kenangan

Meski tertatih
Meski merintih
Kulanjutkan langkah ini
Tanpamu kasih

Ku berlari sekencang hyena
Tak peduli arteriku pecah
Aku hanya ingin semua selesai
Walau guntur menjadi penghalang

Apa ini ?
Apa itu ?

Kupandang secercah asa
Kulihat sebuah harapan
Kucoba gapai semua
Namun, itu hanyalah fatamorgana.

Kucoba raih mimpiku kembali
Dan kuhitung itu bukanlah klise
Kuraih kembali ..
Ternyata pengkhianatan yang kugenggam

Kini ku terdampar disini
Disudut gelap hati
Sambil menghitung detik
Ku menunggu mati ...

Tak kana ada artinya mankan tanpa untaian indah syair
Syair yang dilantunkan dari jiwa
Syair yang dilantunkan karna ada rasa
Setiap hari selalu tergores sebuah cita
Tentang artinya dunia

Rintik-rintik kecil berjatuhan saat senja
Membuat ranting sekitar penuh kuyup
Raga bernyawa berhamburan
Mencari peneduh dari langit

Ku tapakkan kakiku selangkah
Tak peduli dengan kumolonibus yang tebal
Tak peduli dengan kilat yang menyambar dengan kuatnya
Tak peduli dengan aspal dan lumpur basah

Andai aku memiliki peneduh
Aku takkan memakainya
Sekalipun khalayak ramai memaksa
Ku takkan menggunakannya

Baru aku pakai peneduh itu
Saat ada seseorang disampingku
Yang dapat meneduhi raga dan jiwaku
Dengan setulus hati ..

Melodi ini masih terasa
Sayup-sayupnya menembus kalbu
Sedangkan aku masih terpaku
Menyanyi sunyi dalam sepi ..

Kufikir ini abstrak
Namun kudapat menyentuhnya
Kufikir ini natural
Namun tak kuasa ku menggenggamnya ..

Syair ini hanyalah deskripsi
Atas hati dituang puisi
Kertas putih menjadi saksi
Atas semua yang kualami

Entah apa yang kufikir sekarang
Penaku bergetar tanpa irama
Tak teratur
Tak beratur
Menyirat takdir pun terasa janggal

Apa ini semua mimpi
Yang kualami sampai mati ?
Atau ini hanyalah penghias
Diatas kanvas penuh dillema ?

Senja turun secara perlahan
Semilir angin tertahan-tahan
Burung gagak berteriak lapar
Kocar-kacir diterpa badai

Entah apa kesalahan yang kubuat
Apakah hiperbolaku semena
Apakah karena surau tanpa penghuni
Ataukah kerana aku kontra distikon

Aku tidak statis
Aku tidak kaku
Aku tidak karikatur

Aku adalah aku
Takkan kuubah diriku tanpa aku
Walau dadaku remuk tanpa bentuk
Hingga melecut tulang rusuk

Akh, mataku terasa berat
Kurasa saatku akhiri hari ..

Semilir angin berhembus
Pepohonan terasa mengantuk
Seisi jiwa terasa dalam kubur
Entah simfoni macam apa yang kubuat

Sunyi ..
Sepi ..
Hening ..

Sungguh, ini kontras dengan realita
Bising ..
Amuk mesin menderu ..
Serasa tergesa ..

Pancaroba di tengah bulan
Tak mengubah niatan awal dalam hati
Aku akan selalu seperti ini
Diam, terkapar
Tanpa perlu dirisaukan

Dirimu hanyalah menjadi sebatang busur panah
Indah ...
Kuat ...
Gesit ...

Aku tak pernah mengira busur panah itu diarahkan kepadaku
Kau bidik dengan tepat di dadaku
Engkau renggangkan talinya, dan melesat secepat cheetah

Aku terhujam sakit ...
Ini bukan panah cupid 
Ini panah kebencian
Ini panah kecemburuan
Ini panah kesengsaraan

Sungguh aku kecewa ...
Aku hanya duduk diatas sebongkah batu
Sebongkah batu besar di pesisir pantai tenang

Kurenung semua yang ku alami
Kuhayati setiap detik memori
Kekunang semua lamunan indah

Sayang, itu hanyalah mimpi ...
Rohku seperti kebingungan
Akalku seperti gila
Jiwaku seperti koma

Apa yang sedang terjadi ?
Apa ini yang namanya patah hati ?
Apakah patah hati seperti beton rapuh yang hancur di tebing everest ?
Atau seperti kapur yang digenggam dan hancur begitu saja ?
Aaaargh ! Ini gila, sungguh gila !!