Pada hari itu, hari jum’at pagi yang cerah, aku bersiap-siap untuk
bergegas menuju rumah guruku. Aku pergi bersama teman-temanku. Kami
menyebut hari ini adalah hari pengakhiran. Karena, hari ini adalah hari
terakhir kami belajar bersama. Esoknya adalah hari pembagian Buku
Laporan Siswa, atau yang sering kita sebut dengan rapot.
Aku merasa heran, mengapa belajar untuk hari ini sangat
berbeda dari biasanya. Bagaimana tidak beda ? Hari ini kami tidak
membawa alat tulis satupun. Kami hanya disuruh untuk membawa baju dua
untuk salin. Aku semakin bingung. Tetapi, ya sudahlah jalani saja.
Teman-temanku sudah berkumpul di sekolah untuk berangkat
bersama. Setelah semua berkumpul, kamu pun bergegas menuju rumah guru
kami, yang bernama Pak Dimyati. Perjalanan kami melewati beberapa kebun
yang ditumbuhi pohon bambu yang lebat. Itu membuat tempat yang kami
lalui terasa seperti angker. Ya, orang-orang selalu berkata di tempat
itu angker, tapi aku tidak terlalu takut, karena rumahku memang di
kampung yang banyak mempunyai kebun bambu.
Singkat cerita, kami pun sudah sampai. Suara arus sungai
Cibojong yang deras terdengar sangat jelas di telinga kami. Ditambah
angin yang bertiup dengan sepoi-sepoi. Sangat pas suasananya untuk
tidur.
“Assalamualaikum.” Kami semua mengucapkan salam.
“Waalaikumussalam, oh kalian sudah datang. Ayo kita langsung ke belakang.” Jawab Pak Dimyati.
“Lho, untuk apa kita ke belakang ?” tanyaku dalam hati.
Ternyata Pak Dimyati ingin menunjukkan kolam yang sudah
di buatnya kepada kami. Ada tiga kolam disana, dua kolam besar, dan satu
kolam kecil. Tampak di ujung kolam ada saung yang berdiri kokoh. Aku
merasa nyaman berada di tempat ini, tetapi yang masih menjadi
pertanyaanku, untuk apa kami semua di ajak ke kolam ini ?
“Anak-anak ini kolam Bapak yang baru selesai di buat.
Sekarang Bapak ingin kalian semua membantu membersihkan lingkungan kolam
ini. Yaa, itung-itung refreshing. Karena kan besok kalian akan menerima buku rapot, dan akan berlibur Semester 1.” Ujar Pak Dimyati.
Aku kaget, ternyata kami semua di suruh membersihkan
lingkungan kolam. Aku khawatir, bukan karena disuruh membersihkan
kolamnya. Tetapi Aku khawatir, karena teman-temanku semuanya jail,
apalagi Nuha dan Ujang. Aku takut mereka menjatuhkan kami ke kolam ini.
Tapi Aku berfikir positif, “Tak apalah itung-itung refreshing.” Kataku didalam hati. Tapi, tiba tiba Pak Dimyati memanggilku,
“Za, kemari sebentar !” panggil Pak Dimyati
“Ada apa Pak ?” jawabku
“Bagaimana kalau kamu membantu Bapak untuk merapihkan rumah.” Kata Pak Dimyati
“Rumah siapa Pak ?” tanyaku
“Ya rumah Bapak lah, masa rumah kamu.” Jawabnya sambil sedikit tertawa.
“Oh, baik Pak.” Timbalku sambil ikut tertawa.
Aku memang sering bercanda dengan teman-temanku, dan juga
guruku. Supaya bisa lebih akrab begitu, hehe. Tapi Aku sarankan kepada
pembaca, jika bercanda janganlah terlalu berlebihan, nanti malah
berakibat fatal. Setidaknya Aku pernah mengalami hal itu.
Di rumah Pak Dimyati suasananya sangat sejuk. Aku jadi
teringat kampung halamanku, di Kampung Pasirreungit, yang suasana nya
jauh lebih nyaman dan sejuk. Tetapi yang Aku pikirkan bukanlah
kenyamanan dan kesejukan di Kampung tersebut. Yang sedang Aku pikirkan
adalah, Kakekku yang bertempat tinggal disana. Beliau sedang sakit pada
waktu itu. “Semoga Beliau cepat-cepat diberi kesehatan.” Kataku di dalam
hati.
Ada yang unik pada diriku dan juga keluargaku, yaitu memanggil Kakek dengan sebutan “Bapak”, entah kebiasaan ini muncul dan mulai dari mana. Yang penting, aku tidak memanggil dengan nama yang tidak sopan.
Tidak lama kemudian, tugasku di rumah Pak Dimyati
selesai. Aku ingin melihat keadaan di kolam belakang seperti apa. Pada
saat Aku sampai ke kolam, Masya Allah, baju teman-temanku basah semua.
Ada juga beberapa orang yang bajunya tidak hanya basah, tetapi juga
kotor. “Sudah kuduga.” Gumamku dalam hati.
Pada pukul setengah sebelas, kami pun pulang ke rumah
masing-masing. Karena sudah mendekati waktu sholat Jum’at. Kami semua
mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang kita lalui pada saat
berangkat tadi. Kali ini kami mengambil jalan yang besar dan tidak ada
kebun Bambu yang menyeramkan lagi.
Sesampainya di rumah, aku segera mandi untuk menyegarkan
badanku, ini sudah menjadi kebiasaanku, yaitu mandi sebelum berangkat
sholat Jum’at. Setelah semua siap, Aku pergi ke masjid dengan berjalan
kaki. Meskipun jaraknya agak jauh, tetapi Aku sudah biasa pergi dengan
berjalan kaki.
Setelah selesai melaksanakan sholat Jum’at, Aku
melanjutkan kegiatan sehari-hariku, yaitu sekolah Madrasah. Di sinilah
tempat dimana Aku menuntut ilmu Agama Islam. Aku merasa lebih nyaman
belajar Agama daripada belajar pelajaran umum. Siang ini cuacanya
mendung. Entah kenapa, Aku merasa ada sesuatu yang mengkhawatirkanku.
“Ada apa ini ?” tanyaku dalam hati. Ah, mungkin hanya perasaan was-was
yang berasal dari syetan saja.
“A’udzubillahi minassyaitonirrajim.” Ucapku pelan. Aku melanjutkan perjalananku menuju sekolah Madrasah.
Setelah selesai belajar di Madrasah, Aku bergegas untuk
pulang. Di rumahku ada 5 anggota keluarga. Aku anak kedua, kakakku
namanya Rizki, sedang adikku namanya Rasya. Banyak yang bilang kami
pantas membuat grup yang dinamakan 3R, aku hanya tertawa menanggapinya.
Aku heran, sesampainya Aku dirumah, Aku dapati hanya ada Ayahku saja. Ibu dan Adikku tidak ada. Kemana mereka ?
“Kemana Ibu ?” tanyaku kepada Ayah.
“Ibu, ke Pasirreungit. Bapak semakin parah sakitnya.” Aku tau maksudnya Bapak disini adalah Kakek yang sedang sakit.
“Astaghfirullohal adzim, lalu kapan kita akan menyusul kesana ?” tanyaku kembali.
“Nanti setelah A Rizki pulang. Kamu sekarang mandi dulu sana !” jawab Ayah
“Iya siap laksanakan.” Jawabku sambil sedikit bercanda.
Setelah selesai mandi, Aku mengambil sejadahku untuk
melaksanakan Sholat Ashar, karena Aku belum Sholat pada waktu itu.
Setelah sholat Aku berdo’a supaya Kakekku diberi kesembuhan. Beliau
tidak hanya sekedar menjadi Kakek bagiku, tetapi juga menjadi Guru
Agamaku. Berkat Beliau Aku menjadi paham dengan apa yang disebut dengan
Agama Islam. Agama Islam adalah Rahmatan lil alamin atau Rahmat bagi seluruh alam.
Tak lama kemudian kakakku datang, Ayah menyuruhnya untuk
segera mandi dan bergegas menyusul ke Pasirreungit. Sambil menunggu
kakakku mandi, Ayah menceritakan sosok dirinya pada saat muda dulu.
Ternyata Ayahku juga adalah lulusan pesantren sama seperti Ibuku. Aku
baru tau itu, dia tidak pernah menceritakannya padaku.
Setelah kakakku selesai mandi, kami langsung bergegas
menuju Pasirreungit dengan mengendarai motor keluaran tahun 2005. Itu
motor dinas, bukan milik pribadi. Sayangnya kami belum bisa membeli
kendaraan pribadi. Sepanjang jalan Aku khawatir akan keadaan Kakekku,
“semoga ia baik-baik saja” do’aku dalam hati.
Sesampainya kami disana, Aku melihat Kakekku tertidur
lemah di kasur lantai. Tampak beberapa orang yang sedang menjenguknya.
Kakekku adalah seorang sesepuh di kampung ini, jadi wajar saja banyak
yang menengoknya. Aku berdo’a semoga yang sudah menengok Kakekku diberi
pahala yang tak terhingga. Aku berjalan ke belakang mencari Nenek dan
Ibuku. Setelah ketemu, Aku mencium tangan mereka. Dan mereka menyuruh
kami makan. Kebetulan perut kami sedang lapar waktu itu, belum terisi
oleh makanan, hanya sudah terisi oleh Air Mineral. Kami semua pun makan
bersama.
Tak lama kemudian, pamanku pulang dari pondok
pesantrennya. Dia masih kelas 2 SMA waktu itu, namanya Hidayat biasa di
panggil Mang Hida. Kami biasa memanggil paman dengan kata “mang”
Karena kami tinggal di daerah Jawa Barat. Sebetulnya pamanku ada banyak.
Tetapi, hanya ada dua yang sangat dekat denganku. Yang satu namanya
Hidayat, dan yang satu lagi namanya Iwan. Aku sangat suka dengan sifat
mereka berdua, terutama Mang Iwan, dia orangnya humoris dan
menyenangkan, tapi itu hanya menurutku.
“Assalamualaikum, eh Za udah ada disini ?” Tanya Mang Hida
“Waalaikumussalam, eh iya mang. Mang Hida baru pulang sekarang ya ?” Timbalku
“Iya Za.” Jawabnya singkat.
Tak terasa adzan maghrib pun berkumandang, Aku bergegas
mengambil air wudhu dan pergi ke mesjid untuk sholat berjama’ah. Aku
merasa tenang setelah melaksanakan sholat, apalagi sholat berjama’ah.
Setelah selesai aku kembali ke rumah Nenekku, tampak ku lihat
orang-orang yang menjenguk Kakekku semakin banyak. Aku berdiam melihat
Kakekku yang terbaring lemah, tak terasa air mataku keluar sedikit. Aku
cepat-cepat mengusapnya karena malu jika di lihat orang. Aku sering
merasa malu jika ada orang yang melihat Aku menangis. Aku mencoba
meringankan badanku dengan bermain game di laptop milik Mang Hida.
Didalamnya ada game Bola yang Aku suka. Tak lama kemudian, Adzan Isya’
pun berkumandang. Aku kembali pergi ke mesjid untuk melaksanakan Sholat
Berjama’ah.
Setelah selesai melaksanakan sholat, Aku melihat di rumah
Nenekku semakin ramai oleh orang yang menjenguk Kakekku. Aku bersyukur
karena banyak orang yang ikut mendo’akan untuk kesembuhan Kakek. Waktu
menunjukkan pukul 8, tiba-tiba aku jadi mengantuk. Ada apa ini ? Tidak
seperti biasanya. Biasanya jam segini Aku masih bisa membuka mataku.
Tetapi kali ini lain, Aku merasakan kantuk yang sangat luar biasa. Aku
sudah tak tahan lagi. Ku rebahkan tubuhku, dan akhirnya Akupun tertidur.
Tiba-Tiba ..
“Za, bangun Za, bangun !”
Itu suara kakakku, tapi Aku masih belum bisa membuka mata. Akhirnya Aku tertidur kembali.
“Za, bangun Za ! Bapak sedang mengalami Sakaratul Maut.” Ucap kakakku
Aku terperanjat, terdiam, Aku tidak percaya dengan apa
yang sudah di katakan oleh Kakakku tadi. Kakakku sudah keluar kamar
duluan. “Apa benar ini semua ?” Tanyaku. Aku langsung pergi keluar
kamar. Dan ternyata, sudah terkumpul banyak orang sedang men-talqin kan Kakekku. Aku seolah tidak percaya, dan Aku ikut men-talqin kannya. Sambil meneteskan air mata, semua orang yang ada pada saat itu men-talqin kan Kakekku.
Dan Akhirnya, tepat pada pukul 23:15 kakekku
menghembuskan nafas terakhirnya. Air mataku meleleh, tak dapat ditahan
lagi. Aku tidak percaya akan berakhir secepat ini.
“Ya Allah, terimalah ia sebaik mungkin. Tempatkanlah ia
di sisi Ridha-Mu, jauhkanlah ia dari siksa dan fitnah kubur. Dan
masukkanlah ia ke dalam surgamu Ya Allah.” Do’aku pelan.
Kini, Kakekku telah tiada, telah menghadap Allah SWT yang
Maha Memiliki Segalanya. Aku kini sadar, bahwa jika ajal telah
menjemput, dimanapun, kapanpun, dan dalam situasi apapun, kita tidak
dapat menolaknya.
Aku pergi ke kamar bersama kakakku, kembali membaringkan
tubuh. Waktu menunjukkan pukul setengah 3. “Ternyata sudah dini hari.”
Ucapku. Aku dan kakakku berniat untuk tidak tidur kembali. Tapi, entah
apa yang telah memasuki tubuh kami, kami akhirnya tertidur pulas.
Pada saat Aku bangun, kakakku juga kemudian bangun.
Kupikir ini masih shubuh. Ketika aku menyalakan handphone dan Aku
melihat,
“Masya Allah, ternyata sudah pukul setengah 6 pagi.” Ucapku.
Pada saat itu Aku masih belum teringat kalau Kakek sudah
meninggal. Pada saat Aku mendengar suara banyak orang seperti yang
sedang mengaji, Aku penasaran dan keluar.
“Sedang ada apa ini ?” tanyaku dalam hati.
Ketika Aku keluar, Aku baru sadar,
“Innalillahi wa’inna ilaihi raji’un, Aku baru ingat, tadi malam Kakek meninggal.” Kataku.
Aku pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan
melaksanakan Sholat Shubuh, meskipun waktunya sudah terlewat. Seharusnya
hari ini Aku pergi ke sekolah untuk mengambil buku rapot, tetapi
Aku memutuskan untuk mengikuti pemakaman Kakekku. Sudah banyak para
pelayat yang datang. Kakakku pagi ini, tidak bisa mengikuti pemakaman
Kakekku. Karena, di sekolahnya pun ada acara pembagian rapot, ia harus datang ke sekolah pagi ini.
Pada sekitar pukul setengah 10, jasad Kakekku di bawa ke
mesjid untuk di sholatkan. Mesjid ini adalah hasil dari kerja keras alm. Kakek
sendiri. Setelah selesai di sholatkan jasad Kakekku di makamkan di
belakang mesjid tersebut. Semua orang yang mengikuti pemakaman tersebut
larut dalam suasana duka.
Para pembaca yang baik hatinya, dari kisah di atas kita
dapat menyimpulkan. Bahwa, setiap orang, siapapun itu, pasti akan
menemui ajalnya. Jangan khawatir, Allah SWT Maha Adil dan Maha
Penyayang, jika kita semua semasa hidupnya selalu beramal sholeh, dan
menjauhi maksiat. Maka, Allah SWT pasti akan menjamin surga untuk kita
semua.
Maka dari itu, marilah kita cepat-cepat kembali ke jalan
yang benar, jalan yang di ridhai Allah SWT. Dengan kata lain, marilah
kita bertaubat, sebelum ajal datang.
Ketahuilah, orang yang meninggal sesungguhnya ia tidak mati, yang
mati hanyalah jasadnya. Ketahuilah, orang yang mati itu sudah menemukan
kehidupan yang sebenarnya dan yang abadi di Alam sana. Dan ketahuilah,
bahwa kita semua pasti akan menyusul para ruh yang sudah ada di alam keabadian atau yang disebut dengan alam akhirat. Wallohu a’lam bisshowwab.-R.A
Selasa, 25 Juli 2017
DUNIA HANYALAH MIMPI AKHIRAT SEBAGAI TEMPAT KEABADIAN
By Mhyron Thapshec Juli 25, 2017
Categories: Cerpen