Selasa, 25 Juli 2017

INILAH SUARA HATIKU

Di suatu desa, ada seorang pemuda yang bernama Akbar. Nama lengkapnya Akbar Fadhillah. Dia berasal dari keluarga yang sederhana. Dia tinggal hanya berdua dengan ibunya, ayahnya meninggal 3 tahun yang lalu. Dia terkenal sangat pendiam dan tidak banyak bergaul dengan teman di sekitar lingkungannya. Bukan Akbar yang tidak ingin bergaul dengan lingkungannya, tetapi dia tidak mempunyai satu orang pun sahabat yang dekat dengan dirinya. Setiap pagi dia hanya membersihkan halaman depan rumahnya atau mengurusi kebun peninggalan Ayahnya. Dia kadang suka berniat ingin berkata kepada semua orang :
 “Aku pun manusia, butuh teman, dan butuh perhatian dari orang lain selain dari kedua orangtuaku”, tapi dia selalu mengurungkan niatnya itu.
            Suatu hari, pada saat Akbar baru saja selesai melaksanakan sholat dhuha, tiba tiba terdengar suara ketukan pintu.
“Akbar, tolong bukakan pintunya nak,” kata ibunya dari dalam dapur.        
Akbar yang masih mengenakan sarung dan jas hitam yang sering di pakainya ketika sholat itu, langsung membukakan pintu.
“Assalamualaikum,” ujar Pak Ali.
“Wa’alaikumussalam, silahkan masuk Pak Ali,” jawab Akbar.
Pak Ali adalah imam masjid sekaligus sesepuh di kampungnya, beliau sangat disegani oleh para warga.
            “Kebetulan kamu ada Bar,”
            “Memangnya ada apa Pak Ali ? Apakah tujuan Pak Ali kesini untuk mencari saya ?”
            “Ya betul,” ujar Pak Ali dengan ramah.
            “Kalau begitu, ada keperluan apa Pak Ali ?” tanya Akbar
            “Begini, nanti malam kamu tau sendiri kan di masjid kita selalu ada pengajian. Ini adalah sebuah rutinitas di kampung kita. Nah, bapak mau kamu menjadi penceramah untuk mengisi pengajian nanti malam.”
            Hati Akbar terkejut. Dirinya bagaikan ditimpakan batu besar mendengar pernyataan Pak Ali tersebut. Dia diam sejenak untuk menenangkan diri, tiba-tiba ibunya datang ke ruang tamu tersebut.
            “Oh ada Pak Ali to, kenapa kamu gak ngasih tau ibu nak ?” tanya ibu
            “Begini bu, saya tadi langsung mengajak berbincang dengan Akbar. Jadi mohon di maafkan” jawab Pak Ali dengan spontan.
            “Oh, ya tidak apa apa Pak Ali saya maafkan. Lagipula ini kan bukan masalah besar” jawab ibu dengan sedikit tertawa. “Oh iya, ngomong-ngomong ada apa ini Pak Ali ?” tanya ibu.
            “Begini bu, saya menyuruh Akbar untuk menjadi penceramah untuk mengisi pengajian di masjid kita nanti malam. Saya mohon kepada ibu, untuk mengizinkan Akbar menjadi penceramah nanti malam.”
            “Oh, kalau saya pribadi sangat setuju. Tapi kan tetap, harus ditanyakan terlebih dahulu kepada Akbarnya sendiri, dia sanggup ataukah tidak.” Timbal ibu.
            “Bagaimana Bar ?” tanya Pak Ali kepada Akbar
            “Begini Pak Ali, saya tidak ahli dalam menyusun kalimat untuk dijadikan bahan ceramah atau nasihat untuk pengajian nanti malam.” jawab Akbar
            “Kalau itu tidak usah dijadikan masalah, kalau ingin ceramah atau memberikan nasihat, gunakanlah Suara Hatimu. Apapun yang di ucapkan oleh Suara Hatimu, ikutilah suara itu. Selama suara yang dikeluarkan oleh hatimu itu adalah kebaikan. Bapak yakin kamu mempunyai banyak suara hati yang ingin di utarakan kepada masyarakat. Janganlah kau pendam suara hatimu itu, karena jikalau terus dipendam, maka dirimu akan menjadi tertekan. Bagaimana, kamu akan menerima ajakanku tidak ?” Ujar Pak Ali mencoba untuk meyakinkan Akbar
            Akbar merenung, “Apakah ini kesempatanku ? Apakah ini jalan yang diberikan oleh Allah s.w.t terhadap apa yang diinginkan oleh hatiku selama ini ?” tanya Akbar dalam hati.
            “Akbar ! Kok melamun, jawab pertanyaan Pak Ali tuh !” kata ibu menyadarkan Akbar dari lamunannya.
            “Apakah Pak Ali yakin, bahwa aku bisa ?” tanya Akbar
            “Bapak yakin kamu pasti bisa, Insya Allah. Bagaimana, kamu akan menerima ajakanku tidak ?” tanya Pak Ali kembali.
            “Baik saya akan menerimanya Pak Ali” jawab Akbar dengan mantap
            “Alhamdulillah, kalau kamu mau. Kalau begitu bapak permisi dulu, sampai jumpa nanti di masjid Akbar, persiapkan dengan baik ya. Assalamualaikum” ujar Pak Ali
            “Wa’alaikumussalam” jawab Akbar dan ibunya
            “Semoga sukses ya nak,” ujar ibu sambil mengusap kepala Akbar
            “Amin” jawab Akbar sambil tersenyum
            Keadaan Akbar pada hari itu cemas, sekaligus senang. Cemas karena dia takut kalau dia gagal untuk tampil di acara pengajian nanti. Adapun senangnya karena akhirnya dia diberi jalan keluar oleh Allah s.w.t untuk bisa mengutarakan suara hatinya kepada orang-orang sekitar. Akbar mencoba berpikir optimis dan positif terhadap hal tersebut.
            “Aku yakin pasti bisa, karena niatku adalah kebaikan dan lillahi ta’ala. Aku yakin Allah s.w.t selalu menolongku.” Ujarnya dalam hati mencoba untuk menenangkan dirinya.
Ba’da Isya …
            Akhirnya waktunya pun datang, dimana para jema’ah sudah berkumpul untuk mendengar tausiyah nya. Setelah Akbar melaksanakan sholat sunnah Rawatib, dia mengangkat kedua tangannya seraya berdoa memohon kepada Allah s.w.t supaya dia diberi kelancaran dalam menyampaikan ceramahnya nanti.
            “Lahaula wala quwwata illa billahil-aliyyil adzim”  ucap Akbar pelan.
            Para jema’ah membaca Al-Ma’tsurat  dengan serempak sebagai pembuka pengajian. Setelah selesai membaca Al-Ma’tsurat , Pak Ali berdiri menyampaikan kata- kata pembuka :
            “Assalamualaikum.wr.wb. Para jema’ah sekalian, alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah s.w.t. Karena dengan ni’matnya, kita bisa berkumpul di tempat yang penuh berkah ini, Insya Allah. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan seluruh alam, Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Para jema’ah sekalian, malam ini kita akan mendengarkan tausiah dari ustadz muda kita yang bernama Akbar Fadhillah. Kepadanya saya persilahkan.” Pak Ali kembali duduk ke tempatnya semula.
            Kemudian Akbar menaiki mimbar dengan perlahan, dia tertegun melihat banyaknya jema’ah yang siap mendengar tausiah darinya. Dia berdo’a kembali dengan pelan : “Lahaula wala quwwata illa billahil-aliyyil adzim”  Hatinya menjadi mantap dan tenang, dan dengan membaca Basmalah di dalam hati, dia mulai menyampaikan tausiahnya :
            “Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Alhamdulillah, kita panjatkan syukur ke hadirat Allah s.w.t karena berkat segala ni’mat yang telah diberikan oleh-Nya kita semua dapat berkumpul di tempat yang penuh Barokah ini. Sholawat beserta salam semoga tetap dan selalu tercurah kepada panutan alam, Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, beserta kepada keluarganya, seluruh keturunannya, beserta para sahabat-sahabat nya baik dari kaum Anshar maupun Muhajirin, dan juga kepada para pengikut setianya sampai hari kiamat nanti, Amiin.
            Para jema’ah sekalian, sebagaimana saudara ketahui nama saya adalah Akbar Fadhillah. Saya hanyalah anak muda yang masih belajar, dan ilmu agama saya sangatlah masih dangkal. Jadi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila nanti isi ceramahnya banyak yang salah, mohon di maklum oleh para jema’ah semua, karena saya pun masih belajar, mungkin sama seperti saudara semua. Saya berdiri di sini akan memberikan sedikit motivasi kepada para jema’ah semua, mungkin bisa bermanfaat bagi semua.
            Saya mempunyai sebuah cerita motivasi : Ada sekelompok semut merah yang kecil hidup di sarang yang dibuatnya di lingkungan rumah manusia. Manusia ini sifatnya sombong, dia selalu merusak sarang semut itu, dan kadang juga membunuh kawanan semut itu. Tetapi semut itu tetap bersabar dan membangun sarangnya kembali. Pada suatu hari, manusia ini membuat ulah lagi, dia menginjak-injak kawanan semut itu. Para kawanan semut itu panik dan ketakutan, mereka lari pontang panting mencari perlindungan. Tapi manusia sombong itu tetap menginjak injak kawanan semut tersebut, tiba-tiba ada seekor semut yang menggigit kaki manusia itu. Manusia itu menjerit kesakitan hanya karena seekor semut merah yang menggigit kakinya. Akhirnya manusia itu tidak pernah mengganggu kawanan semut lagi.
            Para jema’ah sekalian, sekarang saya ingin bertanya ; Apa pelajaran dari cerita tadi ? Pelajarannya adalah “Kita tidak boleh menganggap lemah atau meremehkan orang kecil. Apa yang dimaksud orang kecil ? Orang kecil ialah orang yang lemah, orang yang kurang pandai, dan sebagainya. Karena, semua orang memiliki kelebihan dan kelemahan yang tersembunyi dalam dirinya. Maka dari itu, mari kita hargai sesama manusia, baik kepada yang lebih tinggi, kepada sesama, maupun kepada yang lebih bawah dari kita. Karena semua manusia sama dihadapan Allah s.w.t, dan semua manusia memiliki hak yang sama, baik dalam hak perlindungan, hak keadilan, hingga hak untuk mendapat kasih sayang sesama.
            Para jema’ah sekalian, bila saudara ingin tau apa isi dan suara hati orang kecil, saya akan mengatakannya. Orang yang kecil didalam hatinya hanyalah ada permohonan kepada Allah s.w.t supaya membukakan pintu hati orang orang yang dikenalnya supaya lebih menghargai dan supaya mau mendengarkan isi hati orang kecil tersebut. Orang kecil tersebut bila memiliki keberanian yang lebih pasti akan berkata : “Akupun manusia, butuh teman, dan butuh perhatian dari orang lain selain kedua orang tuaku”
            Para jema’ah sekalian, itulah mungkin nasihat saya supaya saudara lebih bisa menghargai sesama manusia. Jika saudara hendak melakukan sesuatu atau menghinakan terhadap orang kecil, maka ingatlah ucapan saya : “Akupun manusia, butuh teman, dan butuh perhatian dari orang lain selain kedua orang tuaku.” Mungkin hanya sampai disini tausiah saya, bila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati saudara, mohon dimaafkan yang se-ridho ridhonya. Dan ingat ! Dengarlah suara hatimu, apapun yang dikatakan oleh hatimu itu, ikutilah ! Selagi yang dikatakan hatimu itu adalah kebaikan, maka ikutilah ia, dan katakan : INI SUARA HATIKU ! tak ada yang berhak menganggu suara hatiku ! Saya mohon pamit undur diri, sekian dan terima kasih. Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh”
            Para jema’ah memberikan tepuk tangan yang sangat meriah. Akbar terkejut sekaligus tidak percaya kalau tausiahnya itu mendapat sambutan dan tanggapan seperti ini. Air matanyapun keluar sambil berkata : “Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, engkau telah mengabulkan do’aku. Sungguh ni’matmu sangat tidak terhingga” Pada saat Akbar tiada hentinya mengucapkan Hamdalah, tiba-tiba Pak Ali datang menghampiri Akbar.
            “Subhanallah, bapak tidak percaya kalau tausiah mu sungguh memotivasi para jema’ah yang mendengarnya. Aku sudah yakin kau pasti bisa.” Ucap Pak Ali kepada Akbar.
            “Terima kasih Pak Ali, ini juga berkat motivasi yang telah bapak berikan kepada saya.” Jawab Akbar sambil mencium tangan Pak Ali.


            Setelah Pak Ali melepaskan tangannya dari Akbar, tiba-tiba para jema’ah berdatangan menghampiri Akbar dan menjabat tangannya. Ada pula beberapa jema’ah yang mencium tangan Akbar. Akbar hanya menanggapinya dengan senyuman. Dia yakin, ini adalah salah satu dari milyaran ni’mat Allah s.w.t yang tidak terhingga ni’matnya. Dia yakin pula, Allah pasti mengasih sayangi hamba-Nya, karena Allah s.w.t memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Yang berarti maha pengasih dan maha penyayang. Dan konsep yang sangat ia yakini yaitu : “Jika kita selalu ingat kepada Allah swt, niscaya Allah-pun akan senantiasa ingat kepada kita. Allah swt itu maha pemberi dan hanya dialah yang dapat mengabulkan do’a hamba-Nya. Jadi, jika kita minta dengan sungguh-sungguh kepada Allah swt dan tentunya di barengi dengan usaha yang giat. Maka, Allah swt pasti mengabulkan permohonan kita.”  Wallohu a’lam.-R.A.